Malam
itu nampak seorang gadis sedang duduk berdua bersama wanita paruh baya.
Disebuah teras rumah yang beratapkan daun ipa dan berdindingkan ayaman bambu.
“ndok… mbok yo Ibu dibelikan mukenah rendo-rendo… to… ndok”ujar ibu Siti dengan dialeg Jawanya yang kental. Ibu dari Ima,
seorang anak yang mempunyai banyak mimpi tentang segala hal yang dapat
membahagiakan Ibunya.
DUP…
Jantung
Ima tersentak. Mana mungkin ia dapat membelikan apa yang diinginkan oleh sang Ibu
sedang ia tak sedang bekerja. Bibir Ima tak mampu berkata.
“Ibu
yo… malu ndok kalau pergi kepengajian
itu ,pake mukenahnya ibu seng kulu-kulu kui”
Wajah
Ima memucat.
“Iya
bu… Insya Allah kalau Ima dah dapat
kerja dan punya uang banyak, jangankan mukenah mobil,rumah dan apapun itu akan
Ima belikan untuk Ibu e. Tapi yang
menjadi permasalahannya sekarang Ima belum dapat kerja”
***
Sang fajar tersenyum carah
mengiringi langkah Ima mencari
pekerjaan. Sesekali Ima harus berdesak-desakan menaiki bis yang padat.
Gadis lugu ini kini mengadukan
nasibnya di ibukota Sulawesi tengah. Palu. Dan meninggalkan Ibunya sendiri yang
tak memiliki teman hidup lagi. Ima harus merasakan kepedihan ditinggalkan oleh
ayahnya ketika ia baru berusia 12 tahun, sedang Ima sendiri kini telah berusia
18 tahun. Ayah Ima meninggal dikarenakan tingginya kadar kolesterol dalam
tubuhnya dan kurangnya biaya yang dimiliki sehingga Ayahnya tak dapat tertolong
lagi. Kini baginya harta berharga yang dimiliki hanyalah Ibu. Karena itulah
semua yang diminta Sang Ibu berusaha untuk dikabulkannya. Hal ini juga kemungkinan
dikarenakan ia tak memiliki satupun saudara sekandung.
Dikeluarkannya
saputangan berwarna coklat tua dari saku celananya, dan sesekali mengusapkan
pada bagian dahi.
Diajukannya
lamaran dari instansi ke instansi namun hasilnya nihil . Hanya berbekalkan ijasah dan ketekatan yang bersar
sangatlah sulit untuk dapat dipertimanngkan bekerja di instansi-instansi tempat
ia melamar, karena criteria mereka minimal berijasahkan S1, sedang Ima tak
mempunyai hal itu.
***
Kini
telahhari ke-4 Ima berada di kota Palu, namun tak satupun instansi yang
menerima tawaran pekerjaan yang diajukannya.
Sore
itu Ima bermaksud mengunjungi mesjid yang berada tak jauh dari kost tempat ia
tinggal. Ini adalah kai pertama ia melngkahkan kakinya kemesjid ini. Tak begitu
banyak orang yang dating, bahkan pada saf perempuan tak satupun yang terlihat.
Miris.
Usai
melaksanakan sholat isya Ima berjalan-jalan berkeliling kompleks hanya sekedar
menangkan pikiran yang mulai kacau.
Dalam
perjalannannya ia melihat sebuah toko. Ima teringat pada persediaan beras yang
mulai menipis. Didatangilah toko itu hanya sekedar membeli beberapa kaleng
beras. Setidaknya dapat menyambung hidupnya. Begitu pikirnya.
“kamu
tau mengapa aku berusaha untuk menghafal Al-quran? Karna aku ingin
menghadiahkan jubah emas kepada orang tuaku kelak ketika mereka telah pulah
kekampung halaman hakiki” Suara itu terdengar dari tv yang terletak pada pojok
toko ini.
“Ini
nak… semuanya Rp.10.000” ujar pemilik toko, sembari memberikan bungkusan
kantong pelastik yang berisi beras.
“Trimakasih
bu…” ujarnya. Dam melemparkan senyumnya earah Ibu pemilik toko.
Ditengah
perjalanan hendak ketempat tinggalnya, Ima terus memikirkan perkataan bocah
yang berada didalam tv tadi.
***
“Ima…
Ima… tangi Ma…”suara Ratih teman
sekamar dan sekampung Ima membangunkannya dari tidur panjangnya.
“opo se awak mu iki?” ujar Ima kesal, sembari mengucek-nguceng matanya.
“eh… kamu ini di kasih bangun kok malah mengamuk? Mau ikut aku gak?”
“mang mau kemana sih?” Tanya Ima.
“Mau
ikut pelatihan” sambung Ratih.
“Pelatihan?
Pelatihan apa?”
“Menjadi
hafiz.” Jelasnya
“Apa
itu?” Ima yang memang tak memiliki dasar agama masih asing dengan
kata-kata semacam itu. Beruntunglah ia
memiliki Ratih yang berjilbab besar dan dapat sedikit-demi sedikit
membimbingnya. Dan beruntunglah kini Ima telah mengenakan jilbab untuk menutupi
rambutnya yang biasanya terggerai indah.
“iya…
iya… tunggu… saya mandi dulu” Dengan terpontang-panting Ima turun dari tempat
tidur dan mencari handuknya serta bergegas untuk mandi..
Ratih
setia menanti. Hingga Ima selesai membersihkan tubuhnya.
Mereka
berduapun pergi dengan berjalan kaki karna tempat kegiatannya tak begitu jauh
dari tempat mereka tinggal.
Dibukanya
Hp layar kuning milik Ratih, karna hanya Ratih yang memiliki Hp. Pukul 08:30.
“Jam
berapa Ma?” tanya Ratih.
“Setengah
Sembilan.”
“Haaaaa… waduh… kayaknya harus lebih
cepat lagi deh jalannya karna acaranya pasti dah dimulai”
“mang jam berapa mulainya?”
“Delapan.”
jawab Ratih, sambil setengah berlari.
Ima
pun mengikiti Ratih.
***
Sampailah
mereka ditempat kegiatan. Memang benar banyak orang yang talah memenuhi gedung
ini.
“Ma…
duduk sini saja kita!” Ajak Ratih sembari menarik tangan Ima.
Satu
jam. Dua jam, di ikutinya kegiatan ini. Mengasikan. Ini adalah pertama bagi Ima.
Semangatnya berkobar.
***
Usai
melaksanakan ibadah solat magrib, Ima dan Ratih langsung mempraktekan apa yang telah
didapatnya tadi pagi.Satu,dua,ayat
hingga satu lembar dapat mereka hafal dalam semalam.
Ima
tak sanggup memejamkan matanya. Perkataan seorang bocah di dalam tv tempo hari
senantiasa terngiang ditelinganya. Dan teringat wajah Ibu dikampung yang setia
menanntinya dalam kesendirian.
“Aku
harus bisa setidaknya menghadiakan jubah Emas kebanggaan” gumamnya dalam hati.
Dan kemudian memjamkan matanya.
***
Tak
terasa satu bulan sudah Ima merantau ke kota teluk ini, namun tak satupun titik
terang mendapatkan pekerjaan. Uang saku yang dimilikinya mulai menipis
membuatnya semakin tertekan. Untung ia memiliki sahabat yang senantiasa
memberikan semangat untuknya.
Suatu
saat di dalam kamar kost.
“Ma,aku
dengar-dengar ,ad perlombaan menghafal Al-quran. Kamu ikut yah, hadiahnya lumanyan loh
lagi pula kalau kamu ikut, gak terlalu maluin-maluin, kamu kan insya Allah dah hafal 3 jus, jadi insya Allah bisa”
“tapi…
bagimana yah”Berfikir sedikit lama.
“Kamu
ikut gak?” Tanya Ima kepada Ratih.
“Insya
Allah” Dengan nada yakin.
“Baiklah
kalau begitu, aku ikut” ujar Ima yakin.
CATATAN:
Ndok
: kata panggilan untuk
anak perempuan
Mbok : bisa berartikan nenek dan bisa
berartikan coba (dalam hal ini yang digunakan
adalah arti coba)
rendo-rendo : renda-renda
kulu-kulu
: warna
yang sudah menguning atau dapat diartikan mukenah yang telah lama
sekali
kui : itu
pake :
pakai
seng : yang
piye
se :
bagaimana sih
tangi :
bangun
opo
se : apa
sih
awak
mu iki :
kamu ini
mang : memang
hafiz :
penghafal Al-quran
dah : sudah
0 komentar:
Posting Komentar