Pagi itu seperti biasa Aku,
Ayah dan Adikku sedang sibuk mempersiapkan segala sesuatu untuk memulai
aktivitas masing-masing di luar rumah dan Ibu dengan kesabarannya membantu
persiapan kami, yang sesekali di selingi dengan nyanyia merdu berbobot ala Ibu,bahkan hingga
kami keluar rumah Ibu tak henti-hentinya memberikan nasehat. (Ibu the best lah
pokoknya, kebayang deh kalau gak ada ibu pasti pekerjaan rumah kagak ada yang
beres :)
).
(Di Pagi itu pulalah aku
bertemu dengan Jaka Tarub yang menyelamatkanku dari kemungkinan-kemungkinan
terburuk yang akan terjadi).
Karena terburu-buru, segera ku masukkan Hp
kecilku kedalam saku lalu berpamitan dengan ibu tercinta yang sedang duduk
melihat kegaduhan kami. Sedang Ayah sudah lebih dulu memulai aktivitasnya. Kukecup
pungung tangan ibu yang mulai keriput, seraya mengucapkan salam. Ku hampiri
adik bungsuku yang sudah sedari tadi menantiku di sebelah motor mio merah.
Kulirik sekilas jam
tangan yang melekat di lenganku 07:10. Aku tersentak. Segera kunaiki motor
metic dan memacunya lebih cepat dari biasanya. Satu lagi kebiasaanku di setiap
harinya, sebelum menunaikan segudang aktivitasku di kampus, aku harus mengantar
si bungsu ke sekolah. Karena jarak rumah dan sekolah si bungsu yang ‘lumayan’
jauh sehingga perlu untuk mengeluarkan tenaga ekstra dalam mengendarai motor. Terlebih
jalanan yang kulalui dari Rumah ke jalan utama ‘lumayan’ menantang adrenalin
sehingga perlu tenaga ekstra pada lengan dan bahu.
Sesampainya di jalan
utama aku baru tersadar bahwa Hp yang tersimpan di kantungku tak ada. Segera kuperintah
adikku untuk mengecek tas punggung yang ku kenakan. Dengan segera ku hentikan
laju motorku. Aku mulai gelisah saat mengetahui Hp itu juga tidak ada di tas. Keringat
dingin mulai mengucur di keningku. Mengapa tidak, jika hal ini sampai di
ketahui oleh Ibu dan Ayah pastilah mereka akan marah. Beberapa waktu lalu aku
juga telah menghilangkan Hp yang baru di beli selama 2 minggu lamanya, dan
selanjutnya ini?. Oh… tidak lagi. Segera kutingkatkan laju kendaraanku agar
dapat segera mengantarkan si bungsu ke sekolahnya.
Usai mengantarkannya ke
sekolah segera ku telelusuri jalan yang sebelumnya telah ku lewati. Tak kutemukan benda yang berbentuk Hp. Seketika tubuhku kaku. Semakin banyak keringat dingin yang di keluarkan oleh pori-pori kulitku. Tak sanggup aku membanyangkan ekspresi kedua bidadariku jika mengetahui ini. Segera ku ambil Tablet yang berada di dalam tasku, mencoba untuk dapat menghubunginya, "yah... kali aja suaranya kedengaran" gumamku. Sembari kuberjalan menusuri jalanan sembari Tablet yang ku pegang tak berhenti melakukan panggilan.
2 hingga 3 panggilan tak terjawab. Panggilan ke-4 terdengar suara lelaki dengan penuh sopan santun berbicara dari seberang telepon.
"assalamu'alaykum" sapanya.
"wa'alaykumussalam. maaf ini dengan siapa yah?" tanyaku ketakutan.
"Ini dengan penemu Hpnya kita" (Kita dalam bahasa bugis artinya anda) ujarnya.
"maaf sebelumnya boleh saya ambil kembali Hp saya" tanyaku kembali, berharap lelaki itu tidak mematikan sambungannya.
"oh... iye boleh, inikan Hpnya kita" katanya dengan logat bugis yang kental.
"jadi di mana saya bisa mengambilnya"
"Di jalan Tiiittt, atau tunggu saja di depan kampus SSS" ujarnya.
"oh iya saya kesitu sekarang"
"iya Assalamu'alaykum"
"Wa'alaykumussalam" setelah mengetahui posisi pria misterius itu, senang berca,pur rasa was-waspun menyelimuti. Segera ku tarik gas Sepeda motorku dan melaju menuju kampus SSS.
Singkat cerita Hp kesayanganku telah sampai di tanganku. Dalam perjalanan menuju rumah sempat ku berfikir apakah ia adalah Jaka tarub yang di turunkan Allah untuk menolongku? Mungkinkah ini seperti kisah Jaka tarub? Ataukah dia adalah seorang malaikat Allah yang menyamar menjadi manusia? atau siapalah dia
Pikiran 'gila'ku kemudian membawaku pada sebuah kenyataan bahwa memang Ia bukanlah Jaka tarub. Fakta pertama yang harus ku terima adalah karena ia berasal dari pulau sulawesi bukan dari pulai jawa seperti Jaka Tarub yang asli. Fakta kedua yang harus kutelan adalah Dia tidak menyembunyikan Hpku tidak seperti kisah Jaka tarub yang sebenarnya, yang dengan sengaja menyembunyikan selendang Nawangulan. fakta selanjutnya yang harus kusadari adalah ia adalah salah seorang yang jujur, tidak seperti Jaka tarub yang berbohong dan dengan sengaja menyembunyikan selendang bidadari. Dan yang terakhir adalah dia menggunakan motor, bukan berjalan kaki seperti pada kisah Jaka tarub (hehehe). Hingga kini aku benar-benar sadar bahwa ia bukanlah Jaka tarub tapi seorang mahasiswa yang baik hati.
Kisah hari ini memberikan pelajaran bahwa, ternyata di dunia ini tidak semua orang langsung mengambil barang temuan yang bukan miliknya, masih ada bahkan masih banyak orang baik yang sama seperti Jaka tarub yang kutemui hari ini. Terimakash telah jujur dan mau mengembalikan Hp saya.... :)
0 komentar:
Posting Komentar